About Korea

JADI PENGGEMAR KPOP MEMANG SALAH BANGET, YA, BUATMU?

Bahasan soal Kpop memang tak ada habis-habisnya di Wkwk Land. Meski banyak Kpopers di Indonesia, banyak pula yang taak menyukai Kpop, baik karena si idola Korea dianggap plastik dan tukang dandan, beberapa orang membenci Kpop karena penggemar-penggemarnya sering bersikap lebay dan aneh. Alasan terakhir inilah yang mendorong gelombang kebencian terhadap aku-akun ava Korea di media sosial.
Bahasan soal penggemar Kpop menjadi seksi, lengkap dengan cemoohan dan tertawaan.
Sebagai orang yang dulu pernah kecebur di dunia Kpop, saya sempat merasakannya: betapa mencintai Korea dianggap sebagai sesuatu yang aneh dan tidak menarik, sedangkan teman saya yang penggemar beratnya Justin Bieber dianggap normal dan wajar.
Jangankan orang lain, wong dua sisi diri saya bisa ditanggapi dengan berbeda: saya yang menggemari Super Junior dan memutuskan untuk mengoleksi album-albumnya, lengkap dengan beberapa merchandise, kesempatan nonton konser, dan mengunduh seluruh video resminya, dianggap jauuuuuh lebih freak dibandingkan diri saya sendiri yang—di saat bersamaan—mengoleksi barang-barang berbau Harry Potter, mulai dari replika tongkat sihir, topi seleksi, sampai seragam Hogwarts.
Aneh banget, kan???
Lebih aneh lagi, ada banyak media membahas permasalahan Kpop ke wilayah yang lebih luas, tapi—lagi-lagi—selalu terkesan merendahkan Kpoper. Bahasan mengenai “kenapa Kpoper bisa fanatik”, “kenapa Kpoper lebay”, “kenapa Kpoper aneh”, dan lain sebagainya tak pernah sepi peminat. Satu-dua reply pun rasanya sah-sah saja untuk melemparkan ejekan kepada mereka—kaum-kaum ber-ava Korea.

 

NAH!!!
Jadi gini, Bapak-bapak dan Ibu-ibu sekalian. Hobi kami kebetulan berbeda dengan hobi Anda-Anda yang lebih konvensional, seperti bercocok tanam, bersih-bersih kamar ala Marie Kondo, atau membaca buku-buku politik untuk bekal pengetahuan menjelang pilpres.
Hobi kami, sayangnya, adalah menggemari idola Kpop, termasuk mengoleksi album dan merchandise-nya—tentu saja dengan uang tabungan kami sendiri yang tidak minta-minta dari kamu-kamu sekalian. Pertanyaannya: apakah ini berarti hobi kami jadi lebih tidak berharga dibandingkan hobimu?
FYI aja, nih, sebuah penelitian yang dilakukan oleh Annals of Behavioral Medicine menyebutkan bahwa 34 persen orang yang melakukan hobinya terbukti tidak merasa lebih stres. Bahkan, mereka juga merasa bahagia, detak jantung lebih stabil, dan perasaan jadi lebih tenang selama berjam-jam.
NAH ITU, ITU LOH, GAES-GAESKU!!!
Kenapa penggemar Kpop menyukai Kpop? Kenapa Kpoper aneh dan lebay, sekaligus suka banget beli-beli album dan merchandise, bahkan nonton konser jauh-jauh dan mahal-mahal? Kenapa???
Jawabannya ya cuma satu: demi memenuhi kebutuhan hobi, bukan sekadar demi status fanatik yang kamu-kamu itu bilang.
Dan, ingat, perkara hobi itu balik ke masing-masing orang—bukan untuk kamu campur-campurin demi membuat penggemar Kpop lebih rendah daripada hobimu yang mungkin-mungkin saja lebih fancy, misalnya koleksi mobil mewah, koleksi kostum cosplay, bersepeda (lengkap dengan seluruh peralatan dan sepatu!), golf, bahkan ‘sekadar’ arisan sosialita.
Apakah penggemar Kpop akan selamanya jadi penggemar Kpop?
Bisa iya, bisa nggak. Saya sendiri sudah tidak selalu mengikuti update dari grup favorit, mulai dari Super Junior, EXO, SNSD, hingga Gfriend, tapi sesekali masih mendengarkan, meski tak lagi mengejar target album-album baru dan merchandise resmi. Percayalah: ini cuma urusan waktu. Toh, hobi bisa berkembang—atau berubah—seiring bertambahnya usia.
Yah gini aja, deh: hobiku, hobiku; hobimu, hobimu. Selama tidak menganggu ketenangan publik, memang salah banget, ya, jadi penggemar Kpop di matamu?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar